Minggu, 17 Juli 2011

terawang

mungkin hanya sekocek sepuluhribuan atau selembar biru bercetak pura dengan potret pahlawan di daerahnya yang tersimpan dalam dompet kulit imitasi tua yang berteman dalam separuh usianya. sarapan setangkup nasi berlauk seadanya, sesederhana tempe atau secuil bandeng dengan sambal setiap harinya. kadang-kadang ia dimasakkan istrinya sepertiga kakap goreng yang sebagian lainnya di eman-eman, disimpan agar bisa dinikmati beberapa hari kedepannya. ranjang kapuknya berkeriut jika badan lelahnya berbaring, kadang gelisah ke kanan ke kiri.
dalam hidupnya kadang ia terperangah terkadang berkhayal ketika menatap jajaran gedung-gedung mewah, nyonya-nyonya dalam hias merk-merk berkelas dan laki-laki berjas hilir mudik keluar masuk di kedua pintu gedung, berwajah kaya dan intelektual.
namun setibanya di rumah ia kembali merebahkan tubuh lelahnya yang mungkin sudah ratusan ribu hari berteman dengan rompi jingga menyala, mengaba-aba, menyelimuti jok dengan kardus-kardus bekas, dikipasi polusi karbondioksida asap-asap asal pantat kendaraan yang datang pergi seliweran sepanjang hari mendengarkan radio tua siaran tune RRI, secangkir kopi murah , dan makan malam terspesial nanti, sepertiga kakap goreng buatan istri.
"begini sudah cukup mbak,alhamdulillah"

setransparan makna dalam sederhana senyuman sepasang teduh mata ketika bertanya,

"mbak kerja dimana?"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar