Malam – malam pekat,
Bintang terang tak lagi terlihat,
Malam- malam lekat
Bersama pengap
helaan sepi berhembus kosong
Pergantian kisah kali ini sepi. Tak ada senyum-senyum yang menyambut, memberi seucap selamat.
Kisah ini berlanjut dengan hampa, actor-aktor penyusun warna-warni cerita mulai menanggalkan dirinya. Kisah yang dimulai dengan banyak kehilangan yang kompleks. Kali ini bukan hanya sekedar kehilangan secuil kisah ‘cinta’, dicampakan dan dibuang di tong sampah oleh secuil ‘perasaan’. Namun lebih menyeluruh, seperti kehilangan separuh jiwa yang membuat cerita terasa pincang. Sahabat menghilang seperti disedot lubang hitam yang menyedot planet-planet kecil karena menemui dan berada didekatnya. Hidup terasa seperti dalam batok kelapa yang sempit dan pengap. Menghilangnya seseorang yang selalu ada disamping kita saat sepi membuat segalanya terasa buruk benar-benar menyiksa pikiran dan hati tanpa jeda. Jiwa yang terbiasa pada satu sosok membuat diri ini seperti orang sakaw karena tidak menemukan narkobanya, singkatnya ketergantungan. Apakah kamu ingin semuanya terhapus seakan tak pernah tertulis ?, membuatnya seakan masih baru ?. merubah bagan film kita, merubah peran kita ?. menjadikan diri kita dalam satu kesatuan yang sama-sama berdenting untuk diri kita sendiri seperti kunci G—dalam piano-- , bukan kunci G dan kunci F yang berdenting untuk saling melengkapi alunan simfoni tuts hitam putih ?. apakah itu maumu sobat ?, menelusuri samudera kita dengan terompah sendiri-sendiri ?. jika itu maumu, beritahuku tentang hilangmu yang tak jelas penyebabnya, beritahuku tentang apa salahku sobat. Ataukah kamu masih menyelam sebelum muncul mengambil napas kembali ?, beritahuku tentang semua hal yang kau tahu tapi tak ku tahu. Aku akan lebih menerima jika kau menceritakan apa alasanmu daripada kau menghilang tanpa memberi secercah kata terucap. Selepas dari itu, tahukah kau tentang sulitnya menjalani sepi tanpa cerita yang mengalir ?. menatap langit tanpa satu bintang pun, tanpa kata yang membuat bibir ini tersenyum pada sepi, tanpa semangat menjalani detik yang terus bergerak menghabiskan waktu. Jujur, semuanya terasa mati tanpa hangat tinta hidupmu yang sering kau bagi dalam kisahku. Di alam pikirku yang serba ingin tahu membuat berbagai dugaan-dugaan, diagnosa, hipotesa tentang hilangnya matahari yang biasanya selalu terlihat dan menghangati dingin keadaan.
Apakah karena terlalu susahnya mengeksplor dirimu sendiri sehingga kamu berpikir untuk menghilang dari kehidupan orang lain ?. Apakah kau takut terlalu dalam tenggelam mengenal pribadi orang lain sehingga merasakan ekstase yang egois ?. sahabat, dengar suaraku yang cacat, “aku hanya ingin kelingking kita tetap menyatu melintasi masa dengan beriringan”.
Angin yang menggigil,
hembuskan lesu,
Menatap remang melarat cahaya
Meringkuk menatap ramai,
Mengerang menahan sepi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar